Setelah peristiwa triple disaster (Gempa, Tsunami dan Likuifaksi) yang melanda wilayah Palu, Sigi dan Donggala pada 28 September yang lalu, para ilmuan dari berbagai negara termasuk Indonesia telah banyak melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi lebih mendalam tentang penyebab terjadinya tiga jenis bencana dalam waktu yang berdekatan di wilayah Pasigala.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama Universitas Tadulako pada Rabu (19/12/2018) Pagi menggelar Workshop Forum Ilmu Sosial – Riset Pasca Bencana Palu dengan mengangkat tema “ Penguatan Peran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Pengurangan Resiko Bencana ” bertempat di Auditorium Fakultas Kedokteran – Untad.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir SE MS selaku Rektor Untad memaparkan bahwa sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah berpotensi bencana, bencana merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan akan tetapi bisa untuk dipelajari dan diminimalisir dampaknya karena bencana merupakan hal yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
“ Sebagai manusia, kita tidak memiliki kemampuan untuk menghentikan fenomena gempa, tsunami dan likuifaksi sehingga yang penting untuk kita fokuskan adalah memperkecil resiko – resiko yang disebabkan oleh bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Sehingga workshop kali ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk memperkaya pengetahuan kita seputar potensi bencana yang ada di wilayah kita serta mengantisipasi dampaknya pasca bencana. Selain itu, kami berharap bahwa hasil dari workshop ini juga dapat di share kepada pihak Universitas Tadulako sebagai pembelajaran kami kedepannya. ” Papar Prof. Basir
Pada kesempatan yang sama, Dr. Henry Yogaswara selaku perwakilan LIPI bidang Pusat Penelitian kependudukan menuturkan maksud dari diselenggarakannya Workshop Riset pasca bencana kerjasama LIPI dan Untad.
“ Maksud dari kegiatan ini adalah untuk berbagi pengalaman kami dari LIPI setelah melakukan berbagai observasi pasca bencana di wilayah Pasigala sekaligus kami ingin membentuk Panel Ilmu Sosial untuk manajemen Kebencanaan, rekomendasi konsep dan desain pengurangan resiko bencana yang hasilnya akan diberikan kepada pembuat kebijakan di Indonesia.” Ujar Dr. Henry
Dalam Workshop tersebut, para pemateri memaparkan temuan lapangan dan studi pasca bencana terkait dengan aspek sosial penanganan pasca bencana, pendataan pengungsian terpadu, Temuan Misi BPPT-KR Baruna Jaya pasca bencana serta pembahasan Indonesian Tsunami Early Warning System.
Dr. Udrekh Hanif M.Sc selaku perwakilan ilmuan BPPT-KR Baruna Jaya memaparkan hasil penelitian mereka pasca bencana Sulawesi Tengah yang menurutnya tak hanya berdampak didaratan saja melainkan berdampak pada posisi tanah dan dasar laut.
“ Gempa 28 September menurut penelitian kami menghasilkan tsunami dengan ketinggian sekitar 9.7 Meter. Selain itu, gempa telah menyebabkan daratan Kota Palu mengalami penurunan sekitar 0.9 Meter dan turut menyebabkan dasar laut mengalami penurunan yang cukup dalam dan sisi lainnya yang terangkat sangat tinggi setelah gempa dan tsunami. Kami juga menemukan sungai bawah laut yang cukup besar yang terhubung dengan sungai purba di daratan yang garisnya hampir mencapai pulau Kalimantan dan terkait dengan garis sesar Palu Koro. Hal ini sangat menarik buat kami Para ilmuan untuk meneliti lebih lanjut.” Jelas Dr. Udrekh Hanif.
Beliau turut memaparkan rekomendasi nya pasca penelitian dan observasi yang dilakukan diantaranya ;
Bauran antara build back better dengan relokasi
- Wilayah pinggir pantai, tidak digunakan sebagai tempat tinggal.
- Wilayah potensi likuikasi dan sekitar sesar aktif tidak digunakan sebagai tempat tinggal.
- Dibangun Green Belt seperti pohon bakau yang dahulu juga banyak ditemui diwilayah teluk. Desain pariwisata pantai dapat menyesuaikan dengan konsep green belt.
Melakukan mikro zonasi dan pemetaan bawah permukaan
- Gempa yang terjadi, tidak merusak secara merata. Demikian juga dengan likuifaksi. Diperlukan survey mikro zonasi untuk memahami dengan baik dimana daerah yang benar-benar bisa dibangun kembali.
- Pemetaan bawah permukaan baik didarat maupun dilaut.
Kajian Sosial
- Diperlukan komunikasi dengan masyarakat agar kebijakan pembangunan kembali dan relokasi dapat dipahami dengan baik.
Dikesempatan lainnya, Ahmad Arif, M.Si selaku perwakilan UNISDR & Kompas menuturkan fakta mengenai peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG dimomen 28 September yang lalu.
“ Terkait dengan peringatan dini tsunami, setelah dilakukan penelitian, ditemukan bahwa BMKG telah mengeluarkan peringatan Tsunami 5 menit setelah gempa sesuai dengan SOP tanpa adanya human error dan instrumen error. Hanya saja kejadian real dillapangan, tsunami yang terjadi tidak seperti yang diedukasikan kepada masyarakat selama ini seperti air yang menurun sebelum terjadinya tsunami dsb. Air yang menghantam wilayah kota terjadi begitu cepat sekitar 3 menit setelah gempa sehingga memakan banyak korban. Belum lagi sirene yang tidak berbunyi dan tanda jalur evakuasi yang kurang mencolok membuat masyarakat cukup sulit untuk menyelamatkan diri.” Papar Ahmad Arif.
Usai pemaparan materi, Workshop kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel, formulasi dan rekomendasi konsep serta kesepakatan pembentukan ‘Panel Ilmu Sosial’ yang diikuti oleh peserta workshop hingga selesai. AA