REKTOR UNTAD RDP DENGAN KOMISI X DPR RI

  • Post author:

Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof Dr Ir Muhammad Basir SE MS., diundang oleh Komisi X DPR RI untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP). Dalam RDP yang digelar di Gedung Nusantara I DPR RI di Senayan, pada Kamis (2/7) itu, Rektor Untad bersama enam rektor PTN dan satu direktur politeknik itu dimintai tanggapan dan masukan oleh Panitia Kerja (Panja) Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Dalam rilis berita yang diterima dari Jaka Permana, Humas Panja BOPTN Komisi X DPR RI, dikemukakan bahwa RDP itu merupakan tindak lanjut dari berbagai kritikan dan masukan konstruktif dari pimpinan PTN se-Indonesia terkait perbedaan signifikan dana BOPTN yang diterima oleh PTN. Dalam RDP yang dipimpin oleh Sohibul Iman itu, terungkap bahwa para pimpinan PTN sebenarnya menginginkan perbaikan formulasi penetapan besaran BOPTN yang telah digulirkan sejak 2012.

Dalam kesempatan itu, Rektor Untad menyampaikan pandangan mengenai BOPTN di depan Panja BOPTN Komisi X DPR RI. Berikut ini merupakan pandangan dan gagasan dari Rektor Untad, Prof Dr Ir Muhammad Basir SE MS, mengenai BOPTN sebagaimana dirilis oleh Jaka Permana, Humas Panja BOPTN Komisi X DPR RI.

Terminologi bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) mulai dipopulerkan pada Tahun Akademik 2012/2013 yang teralokasikan ke dalam APBN-P Tahun 2012. Kala itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemdikbud, mencoba mencari formulasi perhitungan sekaligus penentuan besaran yang akan dialokasikan kepada setiap PTN yang berada di bawah Ditjen Dikti Kemdikbud. Walaupun tetap tidak ada penjelasan secara terbuka, namun pimpinan PTN tetap bersyukur dan menerima alokasi BOPTN tersebut agar jangan ada kesan ada pimpinan PTN yang dibantu tetapi tidak tahu bersyukur. Pertanyaanpun mulai mengemuka dari kalangan pimpinan perguruan tinggi yang penasaran dengan pendekatan yang digunakan pihak Ditjen Dikti dalam pengalokasian besaran BOPTN. Antar-rektorpun ada yang saling berbagi informasi yang merasa sebagai PTN sederajat baik dilihat dari dimensi pendirian, jumlah mahasiswa, maupun dari sisi kendala kewilayahan yang dihadapi masing-masing PTN.

Akibat ketidakjelasan kriteria dan indeks yang digunakan oleh Ditjen Dikti dalam penentuan alokasi BOPTN tersebut, maka pada pengalokasian BOPTN Tahun 2013 dan 2014 semakin meningkatkan rasa penasaran. Menariknya, nanti Tahun 2015 di saat Sesditjen Dikti (Kemristek Dikti) memaparkan alokasi selama ini baru terlihat, betapa besar DISPARITAS jumlah antara satu PTN dengan PTN lainnya, terutama PTN yang sudah masuk katagori “mapan” justru mendapat alokasi BOPTN yang sangat signifikan dibandingkan dengan PTN yang masih sangat membutuhkan “Trigger”. Muncullah istilah bahwa pendekatan yang digunakan dalam alokasi BOPTN mengikuti “Lagu Rhoma Irama”. Salah satu syairnya adalah Yang Kaya Makin Kaya dan Yang Miskin Makin Miskin”.

Tidak ada yang salah atas pengalokasian BOPTN baik dari sisi jumlah maupun PTN sasaran penerima bantuan, namun seiring dengan perjalanan waktu dan semakin tumbuhnya semangat keterbukaan yang dibarengi dengan nilai-nilai “kebersamaan”, maka ada suasana “batin” yang mulai disampaikan pihak Ditjen Dikti dalam pertemuan dengan pimpinan PTN sekaitan dengan adanya penudaan implementasi sejumlah Permendikbud beberapa waktu yang lalu oleh Bapak Dr Patdono selaku Sesditjen Dikti Kemdibud (Kini Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemristek Dikti).

Dalam pertemuan tersebut, Sesditjen Dikti Kemdikbud bersama Sekjen Kemristek-Dikti, Bapak Prof Dr Ainun Naim telah menyampaikan informasi awal rencana perubahan skenario dalam pengalokasian BOPTN Tahun 2015 ini. Umumnya pimpinan PTN menyambut baik perubahan itu yang diharapkan lebih memberi spirit bagi PTN yang memang karena situasi dan kondisi kewilayahannya sehingga terpaksa berhadapan dengan berbagai kendala yang berimplikasi dalam proses percepatan di segala bidang, khususnya dalam membangun kolaborasi dengan pihak ketiga (industri) sebagai sumber income generating. Kondisi geo-ekonomi sudah pasti tidak sama untuk setiap PTN mengingat dimensi kewilayahan sangat menentukan dinamika pembangunan ekonomi yang dapat berimbas pada eksistensi sebuah PTN.

Bagi PTN yang berada di kawasan industri, semisal yang ada di sekitar Jabodetabek akan berbeda dengan PTN yang ada di wilayah lain ditilik dari aspek peluang kerjasama tri darma perguruan tinggi, khususnya di bidang riset dan inovasi dengan pihak industri. Bila income generating PTN yang diperoleh dari kerjasama dengan industri dijadikan sebagai salah satu indeks penentuan besar kecilnya alokasi BOPTN, maka hingga kapanpun sulit bagi PTN yang karena “nasib” keberadaannya di wilayah “nonindustri” bisa menyamai dengan PTN yang berada di dekat kawasan industri. Tentu ini akan semakin menyuburkan kondisi DISPARITAS antar-PTN di Indonesia.

Bertolak dari perjalanan sejarah per-BOPTN-an di tanah air, maka beberapa pandangan dan gagasan sederhana dapat dielaborasi ke depan dalam upaya penguatan kebijakan pengalokasian. Walaupun sifatnya teknis operasional yang ada di Kementerian Ristek-Dikti, namun Komisi X DPR RI selaku mitra kerja Direktorat yang menangani Pendidikan Tinggi, diharapkan menjadi “wakil rakyat” yang ikut mendengungkan suasana batin tersebut kepada Kemristek Dikti. Beberapa hal dapat doutarakan sebagai berikut: • Wakil rakyat yang duduk di Komisi X DPR RI telah bekerja untuk dan atas nama anak bangsa, yang selain turun langsung ke sejumlah PTN menyerap aspirasi, juga berbagi kesan dan pesan dengan maksud agar secara bertahap akan mempengaruhi MODEL PENDEKATAN yang digunakan dalam pemberian “bantuan” bagi PTN di Indonesia. Undangan yang disampaikan kepada kami pimpinan PTN (7 orang rektor dan 1 orang Direktur Politeknik) adalah sebuah rahmat dan kehormatan, yang tidak mungkin kami sia-siakan sebagai upaya “berbagi” informasi untuk kebaikan dan perbaikan jika sekiranya masih dimungkinkan ada pemolesan sistem dan indeks penyusunan formulasi pengalokasian BOPTN. • Aspirasi dan pendapat “yang didengar” pada kesempatan ini harus dielaborasi dengan pendapat yang ada di Ditjen Dikti Kemdikbud/Kemristek-Dikti, agar dalam hal pengalokasian BOPTN tidak ada PTN yang merasa “kurang tersentuh” atas harapan dan realitas yang ada di masing-masing PTN.

Dari pandangan di atas, maka saya memiliki gagasan yang berkaitan dengan Komponen Indeks dalam formulasi penentuan besaran alokasi BOPTN pada masing-masing PTN dengan menggunakancukup 2 (dua) pendekatan utama, tidak perlu bertele-tele dan dirumit-rumitkan, yakni(i) Fix-BOPTN dan (ii) Variabel-BOPTN: A. BOPTN yang bersifat Tetap (Fix-BOPTN). Besaran Fix-BOPTN yang diberikan masing-masing PTN HARUS SAMAdengan asumsi bahwa semua PTN menjalankan tugas tri darma yang sama pula dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Indeks utamanya adalah “kesamaan nilai-nilai” tugas dan tanggung jawab yang diemban sesuai dengan UU Nomor Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. B. BOPTN yang bersifat tidak tetap (variable-BOPTN).

Agar ada nilai “keadilan”, maka selain Fix-BOPTN tersebut, maka Variabel-BOPTN ini akan menjadi jawabannya untuk setiap PTN dengan mempertimbangkan (i) jumlah prodi, (ii) jumlah mahasiswa, (iii) jumlah unit pemberi Income Generating, dan (iv) jumlah riset (topik+dana) kolaborasi dengan industri. Khusus point (i) dan (ii) menggunakan “indeks berbanding lurus—IBL”dengan besaran alokasi variable-BOPTN, sedangkan point (iii) dan (iv) tidak perlu dijadikan indeks dalam formulasi penetapan besaran alokasi BOPTN walaupun seharusnya, yang memiliki kolaborasi yang banyak yang mendatangkan income generating yang besar diberi alokasi Variabel-BOPTN yang lebih kecil dibandingkan PTN yang minim kolaborasi karena faktor geoekonomi (Nasib PTN karena Kewilayahan).

Dengan demikian pengalokasian BOPTN selama tiga tahun terakhir bisa diminimalkan suasana disparitas yang tajam antar-PTN, baik yang mendapat julukan PTN Mandiri, Utama, Madya, maupun Binaan (Terminologi sesuai dengan Surat Edaran Dit-Libtabmas no. 1266/E5.2/PL/2012). C. Ilustrasi penerapan Indeks point B di atas adalah sebagai berikut: Ilustrasi Sederhana: Demi Keseimbangan dan Keadilan BOPTN RUMAH SAKIT Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang memiliki Rumah Sakit PTN (RSPTN) banyak yang mengalami kendala manajemen karena keterbatasan dukungan pendanaan yang berimplikasi pada penambahan SDM dan Sarana pendukung. Implikasi tersebut tidak hanya sampai pada kondisi RSPTN, tetapi layanan yang diberikan kepada stakeholders justru sangat mengecewakan, khususnya bagi mahasiswa yang menjadikan RSPTN sebagai tempat dan proses pelaksanaan tri darma perguruan tinggi, terkhusus dalam rotasi klinik. Bagi RSPTN yang sudah seattle seperti RSPTN yang ada di Pulau Jawa, mungkin tidak separah dengan RSPTN yang ada di luar Jawa, termasuk yang ada di Sulawesi (kecuali RSPTN Unhas di Makassar). Atas kondisi dan pertimbangan seperti itu, hendaknya dipikirkan bahwa BOPTN yang selama ini dialokasiken ke PTN, juga ada BOPTN khusus RSPTN sehingga selain mempermudah dalam manajemen pertanggung jawaban, juga penggunaan BOPTN RSPTN dapat dikelola dengan pendekatan BLU.

Besar harapan kami, Panja BOPTN Komisi X DPR RI dapat mempertimbangkan situasi kewilayahan yang agak berbeda dan unik pada masing-masing PTN sehingga dalam pengalokasian BOPTN dan BOPTN RSPTN tidak sampai menimbulkan DISPARITAS yang semakin tajam antar-PTN tetapi justru semakin mendekatkan ke kondisi “equilibrium” dan tetap berada dalam dimensi “equity”. Telah menjadi tumpuan harapan, kiranya Panja BOPTN khususnya dan Komisi X pada umumnya dapat menjadikan hasil Rapat Dengar Pendapat ini sebagai masukan yang bernuansa regulatif, atau setidaknya memiliki kekuatan juridis-politis untuk dijalankan di tingkat Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Sebagai Rektor Universitas Tadulako, sebuah PTN yang jauh dari hiruk pikuk kewilayahan industri—Geoekonomi yang ikut mendapat kepercayaan diundang dalam RDP dengan Panja BOPTN, merasa sangat tersanjung. Untuk itu, hanya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ketua Panja BOPTN dan Pimpinan Komisi X DPR RI atas semua perhatian ini, semoga ke depan upaya-upaya semacam ini terus digalakkan secara berkesinambungan terhadap penguatan kelembagaan PTN dalam menjalankan tugas-tugas tri darma perguruan tinggi mencerdaskan kehidupan bangsa, Insya Allah.