Kembali ukir prestasi, Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Untad, Salsabilah asal jurusan Akuntansi berhasil memenangkan kategori Best Paper III di Temu Masyarakat Akuntansi Multiparadigma Indonesia ke X (TEMAN10) Gorontalo.
Salsabilah yang merupakan Mahasiswi Untad Angkatan tahun 2020 tersebut mengangkat penelitian terkait “Gaya Bertransaksi Petani Jagung Suku Pedalaman Da’a Dalam Menjual Hasil Panen” dengan Dr. Rahayu Indriasari, S.E., M.SA.,Ak sebagai pembimbing.
TEMAN10 merupakan wadah berkumpulnya para ahli, praktisi, akademisi, dan mahasiswa dalam bidang akuntansi untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, serta ide-ide inovatif terkait dengan perkembangan akuntansi multiparadigma di Indonesia. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif berupa gagasan-gagasan keilmuan Akuntansi bagi Bangsa dan Negara.
Pertemuan ini di hadiri oleh delegasi dari Univesitas negeri dan swasta yang terdiri dari:
1. Universitas Brawijaya
2. Universitas Jember
3. Universitas Muhammadiyah Jakarta
4. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
5. Universitas Negeri Manado
6. Universitas Tadulako
7. Universitas Buana Perjuangan Karawang
8. Universitas Ichsan Gorontalo
9. Universitas Gorontalo
Dalam penuturannya, Salsabilah menjelaskan paper-nya yang berhasil meraih predikat Best Paper III di TEMAN10 Gorontalo.
“ Penelitian saya kali ini bertujuan untuk mengungkap Gaya Bertransaksi Petani Jagung Suku Pedalaman Da`a dalam Menjual Hasil Panen. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnometodologi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara, serta dilengkapi dengan hasil dokumentasi. Penelitian ini menemukan dua gaya bertransaksi yaitu: 1) menunjukan gaya bertransaksi “Ala Tinalu Jole” yaitu kegiatan transaksi penjualan yang dilakukan secara langsung antara petani jagung dengan tengkulak tepat di kebun jagung mereka masing-masing, dalam kegiatan transaksi penjualan ini para petani jagung cukup menunggu tengkulak yang datang langsung membeli jagung dengan menggunakan bahasa kaili dialog Da`a. 2) gaya bertransaksi “Mosiala Pale” merupakan kegiatan transaksi
penjualan dengan istilah “saling membantu” melalui adanya perantara yang membantu para petani jagung suku pedalaman Da`a dalam menjual hasil panennya secara langsung ke kota Palu, dalam kegiatan transaksi penjualan ini perantara yang mewakili para petani jagung dalam berinteraksi dengan pembeli,” jelas Salsabilah.
Ia turut menambahkan bahwa penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa gaya bertransaksi petani jagung suku pedalaman Da`a dalam menjual hasil panennya melalui dua cara.
“ pertama menjual “Ala Tinalu Jole” secara langsung dengan tengkulak. Kedua menjual “ Mosiala Pale” secara langsung ke gudang melalui adanya perantara yang membantu, kedua cara tersebut memiliki keunikan masing-masing bagi petani jagung suku pedalaman Da`a, sehingga menciptakan gaya bertransaksi yang berbeda-beda dari kedua cara tersebut.
Peneliti dapat memahami bahwa dalam menjual hasil panennya petani jagung suku pedalaman Da`a awalanya melakukan penjualan secara langsung dengan tengkulak dengan menggunakan bahasa kaili dengan dialog Da`a dan transaksi tersebut tejadi di kebun jagung masyarakat suku pedalaman Da`a, dimana pembeli yang datang langsung untuk membeli jagung. Sedangkan dalam menjual hasil panen secara langsung ke gudang melalui perantara, masyarakat suku pedalaman Da`a diantar oleh perantara dan diwakili oleh perantara dalam proses berkomunikasi dengan pembeli menggunakan bahasa Indonesia.
Pada penelitian ini, kita juga dapat melihat bahwa bukan hanya keterbatasan ilmu pendidikan dan belum fasih dalam berbahasa Indonesia yang menjadi masalah utama bagi mereka dalam menjual hasil panennya. Namun pola pikir yang berbeda dan rasa malu yang melekat di dalam diri mereka juga menjadi masalah paling utama bagi petani jagung suku pedalaman Da`a terutama dalam menjalin interaksi dengan masyarakat luas terutama dalam bertransaksi jual beli,” tambah Salsabilah. AA