Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Tadulako, Dr Nudhiatulhuda Mangun, S.E., M. Si buka suara terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu pegawai di lingkungan Unit Pelaksana Akademik (UPA) Perpustakaan. Dalam berita yang viral di media sosial disebutkan bahwa oknum pegawai berinisial I telah melakukan pelecehan seksual kepada salah satu siswa yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
“Jadi sebenarnya kan kasus ini nanti terungkap itu melalui media sosial. Sebelumnya tidak ada laporan, bahkan pimpinan perpustakaan juga awalnya tidak tahu. Saya telepon kepala perpustakaan. Dan rupanya sudah melakukan pertemuan dengan pihak sekolah. Olehnya itu tadi siang, kami dari tim satgas PPKS, kepala perpustakaan, Kepala Sekolah, guru pendamping PKL serta terduga pelaku untuk menceritakan kronologi kejadian” kata Dr Nurdhiatulhuda.
Setelah diusut, Dr Nurdhiatulhuda mengatakan bahwa apa yang diberikan di media online tidak sepenuhnya benar.
“Dari hasil diskusi kami termasuk dengan pihak sekolah, hasil pemeriksaan CCTV, juga pengakuan korban kepada pihak sekolah, apa yang terjadi tidak seperti yang diberitakan. Memang ada kontak fisik, dan kami tidak membenarkan hal ini, tapi tidak ada unsur paksaan, intimidasi, rabaan, bahkan di CCTV nampak bahwa siswa ini juga tidak memberontak seperti yang diberitakan. Jadi unsur kekerasan seksual ini tidak ada. Kronologinya, kejadian ini terjadi di ruang resepsionis, ruang terbuka, bukan di ruang tertutup. Saat itu jam istirahat dan siswa ini sedang duduk di depan komputernya di meja resepsionis, lalu datanglah pak I menawarkan untuk memijat bahu yang bersangkutan karena ia melihat anak ini seperti kelelahan. Jadi memang dipijat-pijat begitu, Tidak ada unsur paksaan, intimidasi dan sebagainya seperti pemberitaan di media. I mengakui kepada kami bahwa tidak ada sedikitpun niat untuk melecehkan” terang Dr Nurdhiatulhuda.
Terkait kelanjutan kasus yang menurut infomasi telah dilaporkan kepada pihak kepolisian, Akademisi fakultas Ekonomi dan Bisnis ini mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan dari pihak korban seraya mencari solusi terbaik atas kasus ini.
“Menurut keterangan dari pihak sekolah, setelah menerima penjelasan terkait kronologi sebenarnya, klarifikasi dengan menghadirkan saksi, korban dan pelaku, dan hasil pemeriksaan CCTV, orang tua korban kemungkinan akan menempuh jalan damai dan meminta oknum pegawai tersebut untuk meminta maaf, ini menurut pernyataan kepala sekolah ya, karena tadi kami sudah bikin janji untuk ketemu orang tua korban, namun orang tuanya berhalangan hadir. Menurut informasi, besok orang tua dan korban akan memenuhi panggilan Polres Palu karena sudah terlanjur melapor lalu ditindaklanjuti, kemungkinan akan dilakukan mediasi. Jadi kita menunggu saja dulu terkait hasilnya besok.” pungkas Dr Nahdiatulhuda.
Ditemui di tempat terpisah, Kepala UPA Perpustakaan Untad, Dra Nurhayati M.Si, turut memberikan tanggapan atas kasus ini.
“ Saya menerima aduan dari guru yang bersangkutan pada hari Senin kemarin, menurut informasi, kejadian terjadi pada hari Jumat siang, saat itu siswa tersebut sedang bekerja di depan komputer di ruang resepsionis, jadi bukan seperti yang diberitakan di media kalau ini dilakukan di ruangan skripsi, bisa dilihat di CCTV. ” kata Dra Nurhayati
Sebagai pimpinan, Dra. Nurhayati lalu memanggil I untuk mengkonfirmasi. Dalam keterangannya, I mengakui bahwa ia melakukan hal tersebut niatnya karena hanya mau memijat.
“ Saya tidak ada maksud apa-apa, awalnya karena saya melihat anak ini kelelahan makanya saya berinisiatif untuk memijat. Karena awalnya ybs tidak keberatan maka saya pijat, dan ketika ybs mengatakan kalau ia tidak terbiasa dipijat seperti itu, saya hentikan” kata I saat ditemui di ruangan kepala UPT Perpustakaan. Meski demikian, ia mengaku menyesali tindakannya tersebut dan memohon maaf kepada pihak yang merasa dirugikan.
“ Saya memohon maaf sebesar-besarnya jika tindakan saya dianggap sebagai pelecehan” ungkapnya.
Dra Nurhayati selaku pimpinan berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi. Ia menekankan kepada seluruh pegawai di lingkungan Perpustakaan pentingnya untuk menjaga etika dalam berinteraksi terutama dengan lawan jenis.
“ Hal ini tentunya menjadi pelajaran bagi kita semua. Kalau selama ini hal ini biasa dilakukan karena kita merasa tidak masalah, tapi orang lain bisa jadi merasa keberatan, mungkin kita anggap sebagai anak tapi bisa jadi orang lain tanggapannya beda” terang Dr Nurhayati. RFS