Sekelompok Mahasiswa asal Fakultas Pertanian (Faperta) Untad berhasil membuat sebuah inovasi dalam program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksaktas (PKM-RE). Terobosan tersebut berupa biopestisida revolusioner yang efektif dalam melawan hama tanaman serta terbukti mampu menghambat pertumbuhan gulma.
Tim asal Program Studi Agroteknologi tersebut terdiri atas Mutmainah (Agroteknologi 2020) sebagai ketua tim, Illah Nabillah (Agroteknologi 2020), Sry Warninda (Agroteknologi 2020), Gifar Hamdi Rosyidin (Agroteknologi 2020), serta Aswadil Fajri (2021).
Dalam penjelasan Illah Nabilah selaku ketua tim, biopestisida yang mereka produksi berasal dari komposisi limbah puntung rokok yang dikombinasikan dengan ekstrak daun pinus. Pemilihan limbah tersebut didasari dari kekhawatiran akan banyaknya bekas puntung rokok yang mencemari lingkungan kampus. Selain mencemari, bekas puntung rokok juga dapat membuat tanah tidak subur.
Setelah melakukan riset selama berbulan-bulan untuk mengembangkan formula yang tepat dalam menciptakan biopestisida 2-in-1 ini, mereka menemukan bahwa puntung rokok memiliki potensi untuk memberantas hama, khususnya kutu-kutuan pada daun tanaman.
Selain itu, hasil inovasi ini ternyata memiliki manfaat sebagai penghambat pertumbuhan gulma. Sehingga inisiatif ini kemudian diperkenalkan pada Pekan Kreativitas Mahasiswa yang diadakan oleh Dikti.
Tim ini kemudian menjelaskan bahwa kedua komposisi tersebut dikemas dalam bentuk kapsul untuk memberikan dosis yang tepat dan konsisten kepada tanaman, sehingga mengurangi resiko overdosis atau penggunaan yang tidak efektif.
“ Ditengah maraknya pestisida dengan kandungan kimia yang tinggi, kami berharap inovasi kami hadir sebagai solusi bagi para petani. Harapannya inovasi biopestisida kami dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia yang berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia,” jelas Illah Nabillah.
Sampai saat ini, tim terus mencoba untuk melakukan uji produk salah satunya dengan pengaplikasian biopestisida 2-in-1 ini pada tanaman cabai yang terserang hama kutu putih sebanyak dua kali aplikasi. Hasilnya, tanaman cabai bebas dari kontaminasi kutu dan hama tanpa perlu menggunakan pestisida tinggi bahan kimia.
“ Biopestisida kami kemas dalam bentuk kapsul agar para petani tidak sukar dalam menakar dosis. Empat kapsul Biopestisida dapat dicampur dengan satu liter air yang dapat di aplikasikan pada tanaman,” jelasnya.
Mereka juga mengharapkan bahwa biopestisida ini dapat mengatasi masalah keberlanjutan dalam pertanian dan memberikan solusi yang lebih ekonomis bagi petani. Selain itu, inovasi ini juga mendukung konsep Pertanian Hortikultura Terpadu (PHT) yang mendorong pengurangan penggunaan pestisida kimia, yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan manusia serta lebih ramah lingkungan.
Diakhir pemaparannya, seluruh tim berharap agar hasil inovasi mereka ini dapat direkognisi sebagai tugas akhir (skripsi) mereka sebagai mahasiswa dan dapat berkelanjutan. Profil tim selengkapnya dapat dilihat disini. AA