“Mahasiswa ber-PPL bukan untuk mengganti peran guru dalam mengajar. Jangan sampai ada pelimpahan tugas mengajar kepada mahasiswa PPL. Hal ini karena mahasiswa PPL bukan datang sebagai ‘malaikat’ penyelamat atau ‘superman’ yang ditugaskan merevolusi pembelajaran di sekolah”
Demikian ditegaskan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako (Untad), Dr H Lukman Nadjamuddin MHum terkait perubahan persepsi cara mahasiswa ber-PPL di sekolah. Dekan FKIP menyampaikan bahwa pada Sabtu (20/8) lalu, telah dilaksanakan penyamaan persepsi antara Pengelola PPL FKIP dengan 100 orang lebih kepala sekolah yang sekolahnya akan ditempati oleh mahasiswa PPL. Penyamaan persepsi ini dilaksanakan agar pemahaman tentang tugas mahasiswa PPL di sekolah dapat dipahami secara holistik oleh para kepala sekolah.
“Selama ini berkembang persepsi yang keliru bahwa keberadaan mahasiswa PPL di sekolah itu untuk mengganti peran guru dalam mengajar. Itu terbukti saat ada sekolah yang menolak penempatan mahasiswa PPL dalam jumlah tertentu dengan alasan tidak memiliki rombongan belajar (kelas, red) yang banyak. Saya sampaikan bahwa jumlah mahasiswa PPL, berapa pun itu tidak lagi menjadi masalah, karena tujuan utama mereka datang bukan untuk mengganti peran guru, tetapi belajar tentang manajemen persekolahan,” jelas Dr Lukman.
Kedatangan mahasiswa PPL yang kali ini berjumlah 803 orang, lanjut Dekan FKIP, tidak boleh lagi dipandang untuk mengganti peran guru dalam mengajar. Hal itu penting karena keberadaan mahasiswa PPL tidak akan menyelesaikan permasalahan pendidikan di suatu sekolah.
“Untuk itu, mereka datang agar dapat belajar manajemen persekolahan. Mereka akan melihat dan mengamati semua yang berkaitan dengan manajemen persekolahan, khususnya pembelajaran. Hasil dari PPL itu akan diamati dan diteliti, serta dibandingkan antara teori pembelajaran yang didapatkan saat kuliah dengan kenyataan di sekolah sehingga akan ada inovasi-inovasi pembelajaran yang dilahirkan oleh mahasiswa PPL,” kata dosen Pendidikan Sejarah itu.
Untuk itu, sekolah yang akan ditempati oleh mahasiswa PPL diharapkan dapat membimbing mahasiswa PPL tentang manajemen persekolahan. Diharapkan, mahasiswa PPL dapat terus didampingi, dikawal, dan dicerahkan terkait pembelajaran yang riil di sekolah. Hal ini karena mahasiswa PPL datang dengan “segala keterbatasan”. Jika diilustrasikan, ujar Dr Lukman, ibarat sarjana kedokteran yang masih menjalani masa co-ass. Dalam masa itu, mahasiswa kedokteran akan mendampingi dan mengikuti kegiatan dokter senior untuk mendapatkan pengalaman dalam bertindak.
“Begitu juga mahasiswa PPL FKIP. Mahasiswa harus diberikan pemahaman tentang tugas dan fungsi kepala sekolah, cara kerja wali kelas dalam mengatur kelasnya, dan tugas guru mata pelajaran dalam mengatur alur pembelajaran, baik harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya. Bahkan, diharapkan mahasiswa PPL dapat dibekali pengalaman untuk melihat pembimbing lomba mempersiapkan tim, baik untuk menghadapi even lokal, regional, nasional, maupun internasional sehingga pengalaman mahasiswa PPL dapat holistik,” kata Dr Lukman.
Berkenaan dengan itu, saat ditanyakan beban jam yang ditanggung mahasiswa PPL, Dr Lukman mengemukakan bahwa jika PPL sebelumnya mahasiswa memiliki beban 18 kali pertemuan di dalam kelas, kali ini tidak lagi seperti itu. Beban jam yang diberikan bukan dihitung dari jam mengajar, tetapi jam beraktivitas di sekolah.
Lebih lanjut, Dr Lukman juga menyinggung pemisahan antara PPL dengan KKN. Pemisahan itu dilakukan karena antara PPL dengan KKN berasal dari dua “ibu kandung” yang berbeda. PPL berasal dari kegiatan pendidikan, sementara itu KKN bersumber dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Maka, jika dua kegiatan ini jika disandingkan tidak akan berdampak maksimal terhadap pengalaman mahasiswa. Untuk menyiasati hal itu, jelas Dekan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pengelola KKN agar setelah mahasiswa selesai ber-PPL, tidak menunggu waktu lama untuk langsung ber-KKN. (tq)