Melalui telepon sellularnya, Rektor Untad Prof Dr Ir Muhammad Basir SE MS secara panjang lebar menguraikan situasi yang amat dinamis dan dilematis terkait dengan pelaksanaan Orientasi Mahasiswa (Ormik) Tahun Akademik 2015/2016. Menurut Rektor, sms yang masuk di HP-nya, itu tidak hentinya dari subuh sampai subuh berikutnya. Isinya beragam, tetapi secara umum, kata Rektor adalah melampiaskan kekesalan dan kekecewaan orangtua Mahasiswa Baru (Maba) kepada Rektor atas keluh kesah yang diterima dari anak-anak mereka.
Sebagai orangtua, Rektor sangat memahami jika seorang anak melapor atau curhat kepada orangtuanya atas perlakuan yang kurang berkearifan diterima dari “kakaknya sendiri” di kampus, urai Prof Basir. Diuraikan, ada SMS yang paling sulit dilupakan Rektor yang selengkapnya “kalau kau tdk bs awasi itu mahs yang bakurangajar sama anakku, teusahjo jadi rektor, enak sj dorang tolak2 kpla anakku, sy sj yang bakase basar tdk ada kita kase bgtu, heran kalian ini di kmpus, pokknys sy tetrima”. Membaca itu, kata Rektor, pihaknya tetap harus menjawab dengan tenang. “Maaf bu/pa atas semua itu, tetapi yakin bahwa kami tetap terus memantau jalannya Ormik, dan kami juga sudah ingatkan kakak-kakak senior mereka untuk menyayangi adik-adiknya, sama dengan adik kandung di rumah sendiri”.
Dalam menghadapi situasi demikian, tentu kami harus berjuang untuk terus mengingatkan mahasiswa, tetapi itulah orantua yang apapun alasannya, tetap tidak bisa menerima jika anak mereka curhat sepulang Ormik, kata Rektor. Di saat kami melakukan langkah-langkah pencegahan di kampus di bawah kendali Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof Dr Jayani Nurdin bersama-sama dengan Panitia Ormik, kakak mahasiswa senior lagi yang mendemo Rektor dan bunyi tuntutannya sama dengan tuntutan orangtua maba, yakni Rektor turun dari jabatannya. Bagi saya, lanjut Rektor, kakak mahasiswa senior itu harus memberi spirit juang yang tinggi kepada adik-adiknya sendiri agar mereka bisa selesai tepat waktu. Mahasiswa baru, sama sekali bukan dilarang belajar untuk berlembaga, tetapi alangkah baiknya bila selama semester satu dan dua, lebih diarahkan untuk aktivitas akademik, dan setelah semester tiga ke atas, mereka bisa diajak dan dibimbing berlembaga sebab pada saat itu, mereka sudah posisi semester tiga, kedewasaan dan kematangan sudah mulai ada. Artinya, kata Prof Basir, antara kuliah dan berlembaga sudah bisa diatur atau di-manage dengan baik. Dari data yang ada pada saya, kata Rektor Prof Basir, untuk angkatan 2007 yang gagal kuliah (DO) tembus pada angka 1.333 orang, umumnya mereka gagal pada semester satu dan dua dengan IP kurang dari 1,0 dan dengan jumlah sks kurang dari 10.
Sementara untuk angkatan 2008, dengan jumlah yang DO sekitar 1.408 orang, menunjukkan fenomena yang sama yakni gagal saat mereka duduk pada semester satu dan dua dengan kondisi IP dan sks yang sama dengan angkatan 2007. Berdasarkan itu, kata Prof Basir, pihaknya mencoba mendesain agar Maba angkatan 2015 ini dibiarkan aktif di bidang akademik pada semester satu dan dua, dan pada saat semester tiga mereka bisa diajak berlembaga dan berorganisasi. Mengapa? Tanya Rektor yang dijawab sendiri, sebab dari fakta yang didapatkan, mereka yang gagal pada semester satu dan dua, lalu tahun berikutnya di saat mereka telah duduk di semester tiga, SUDAH MALU untuk duduk kuliah sama-sama dengan adik angkatannya. Terlebih bila sudah aktif dalam kepanitiaan “pembinaan maba”, tiba-tiba harus bergabung kuliah dengan maba yang baru saja dibinanya. Atas ganjalan psikososial itu, sang kakak senior ini terus menyembunyikan kegagalannya pada semester satu dan dua, hingga sampai pada penghujung perkuliahan tahun ketujuh.
Dampaknya, tegas Rektor, menuntaskan 40 SKS yang tergantung pada semester satu dan dua mustahil bisa diselesaikan hanya dengan kebijakan memperpanjang masa studi dua sampai enam minggu saat memasuki tahun kedelapan. “Inilah ironi yang coba diputus dengan desain, di mana maba 2015 ini untuk tidak diganggu semasih duduk di semester satu dan dua dari sisi aktivitas akademik agar pada tahun 2016 mereka tidak ada bengkalaian SKS dan IP”. Pada akhir penjelasannya, Rektor Prof Basir meminta kepada kakak mahasiswa senior untuk memosisikan diri sama dengan kakak kandung sendiri di rumah terhadap adik-adiknya yang masih Maba. “Bukankah kakak senior juga pernah sama dengan mereka”? Bila pernah, mengapa harus “lupa kacang akan kulitnya”. Ada ungkapan bijak dari TNI/Polri yang analog. “Kakak mahasiswa Senior; dari Maba, Oleh Maba, dan Untuk Maba”. Terlepas dari apapun ekspresi kedua belah pihak (orangtua maba dan kakak senior) terhadap saya, kata Rektor, semua itu adalah dinamika dan bunga-bunga dalam kepemimpinan. “Kami harus bisa menerima semua itu dengan ikhlas. “Bila kita dicaci sebagai pemimpin, itulah ranting bunga kesabaran. Bila kita dimaki sebagai pemimpin, itulah tangkai buah kesahajaan. Bila kita dicaci-maki sebagai pemimpin, itulah pohon kesabaran. Dan bila kita difitnah dan dituduh sebagai pemimpin, itulah akar tunggang yang menentukan tumbuh suburnya batang, tangkai, ranting hingga bunga dan buah kebajikan”, kata Prof Basir menutup percakapannya.