Prof Dr Sahabuddin MSi akhirnya mencatatkan namanya kedalam daftar guru besar Universitas Tadulako (Untad) setelah dikukuhkan bersamaan dengan Wisuda ke-83 Untad beberapa waktu lalu.
Guru Besar merupakan jabatan akademik tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang dosen. Untuk mencapai gelar akademik ini diperlukan sejumlah persyaratan diantaranya adalah dosen harus melakukan sejumlah penelitian yang berkualitas. Merujuk pada Permendikbud No.92 tahun 2014 penelitian tersebut harus dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai penulis pertama.
Prof Sahabudian adalah Guru Besar Bidang Etimologi Pertanian. Dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun sejak tahun 2008, Prof Sahabudin meneliti tentang peran serangga dalam agroekosistem baik serangga hama yang menyerang tanaman petani maupun serangga yang berguna bagi petani dalam hal mengendalikan serangga hama, termasuk pula terkait pengelolaan agroekosistem untuk memaksimalkan peran serangga dan biota lainnya dalam mengendalikan hama pada tanaman budidaya.
“Sejak 9 tahun lalu saya mulai melakukan penelitian dan publikasi. Untuk itu diperlukan ketekunan serta kerjasama yang baik dengan tim peneliti baik dari Universitas Tadulako maupun dengan peneliti dari luar negeri”.
Harapan saya semoga dengan bertambahnya Guru Besar di Untad ditengah aturan Dikti yang semakin ketat, dapat bermanfaat khususnya dalam peningkatan kualitas staf dosen Untad dan dapat berkontribusi lebih nyata dalam pengembangan penelitian khususnya di prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Untad.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Manajemen Agroekosistem dan Serangga Hama Secara Berkelanjutan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”, Prof Sahabudin menghimbau agar masyarakat khususnya para petani semakin bijak dalam melakukan pengendalian hama, dengan kesadaran akan bahaya dan dampak negatif penggunaan dari pestisida kimia.
“Petani tidak boleh bergantung sepenuhnya pada penggunaan pestisida kimia dan perlu mencoba menggunakan teknik pengendalian yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan pestisida botani, pestisida biologi ataupun memperbaiki teknik budidaya misalnya dengan teknik tumpang sari, penggunaan tanaman perangkap, tanaman penolak dan teknik lainnya”. Jelasnya.
Menurut Prof Sahabudin disinilah peran perguruan Tinggi dan instansi terkait sangat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat serta memberikan solusi teknis dalam pengendalian dan rancangan agroekosistem yang secara ekonomi dapat menguntungkan dengan tetap menjaga keberlanjutan ekologi.
Ia juga berpesan kepada dosen-dosen agar lebih giat lagi melakukan publikasi atas penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Dengan publikasi tersebut, hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui oleh masyarakat luas.
“Ungkapan populer yang perlu dipegang oleh seorang dosen adalah “Publish or Perish”, maksudnya yaitu publikasikanlah hasil penelitian anda atau berhentilah mengaku sebagai dosen sejati. Ungkapan ini memang agak ekstrim, namun perlu disadari bahwa meneliti dan membuat publikasi adalah bagian utama dari tugas Tridarma Perguruan Tinggi seorang dosen. Hanya dengan publikasi penelitian kita bisa diketahui oleh masyarakat ilmiah dalam skala nasional dan internasional.” Lanjut dosen Faperta ini.