Wisuda ke-82 Universitas Tadulako (Untad) yang dilaksanakan pada Kamis (31/03) di gedung Auditorium itu berjalan dengan lancar seperti wisuda-wisuda sebelumnya yang dilaksanakan Untad. Semua berjalan dengan normal wisuda dimulai sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh panitia penyelenggara.
Seperti biasa, Rektor Untad Prof Dr Ir Muhammad Basir SE MS membacakan pesan almamater untuk semua wisudawan yang berbahagia saat itu. Bertolak dari hal tersebut, nampaknya ada sosok yang menarik untuk kita bicarakan yakni wisudawati peraih tiga gelar terbaik se-universitas pada wisuda angkatan 82 Untad.
Dewi Salmita, mahasiswa Fakultas Ekonomi berhasil menjadi wisudawan terbaik tingkat fakultas, wisudawan dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) tertinggi yang sekaligus menjadi wisudawan terbaik tingkat universitas.
Namun tidak berhenti disitu, Dewi ternyata memiliki latar belakang yang berbeda. Peraih tiga gelar terbaik ini bukanlah dari keluarga yang berkecukupan atau anak dari pejabat ataupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun ia adalah anak dari seorang tukang bangunan dan penjual kue. Usaha Dewi untuk belajar di perguruan tinggi negeri tidak sia-sia, ia meyelesaikan studinya (S1) selama 3 tahun 5 bulan.
Anak kedua dari lima bersaudara ini bukan hanya sangat bersungguh-sungguh dalam belajar, akan tetapi komitmennya untuk membahagiakan kedua orang tuanya sangat besar. Lahir dari keluarga yang tidak mampu tidaak membuat Dewi menyerah, akan tetapi justru lebih bersungguh-sungguh menuntut ilmu di Untad.
Ayahnya yang berprofesi sebagai tukang bangunan dan ibunya adalah penjual kue dapat memantapkan tekadnya untuk kuliah. Tentu saja ini bukanlah sebuah perkara mudah yang ia hadapi, misalnya saja ketika ia ingin membeli buku namun tidak memiliki uang yang cukup. Alternatif yang diambil adalah menabung uang jajan yang diberikan oleh orang tuanya, meskipun hal ini sulit namun bukan berarti ia mundur malah semakin kuat. Menurut pengakuannya ia sering menolak ajakan teman-temanya untuk sekedar mampir ke kantin untuk mengisi perut yang kosong, hal ini dikarenakan ia tidak memiliki uang utuk kebutuhan jasmani itu.
Melihat kondisinya yang seperti itu, Dewi berinisiatif membawa bekal dari rumah setiap hari untuk mengisi perutnya ketika lapar. Seringkali teman-teman mengolok-oloknya dengan mengatakan seperti anak TK saja.
“Sering diolok-olok dengan teman, dikatai seperti seorang anak TK saja bawa makanan ke kampus, dikatai miskin,” ucapnya sambil meneteskan air mata.
Meskipun demikian, ia masih tetap berjuang dengan kesungguhan. Kecerdasan Dewi nampaknya diatas rata-rata, itu terlihat dengan Indeks Prestasi (IP) yang diraihnya setiap semester yang hanya sekali meraih 3,87 selebihnya adalah 4,00 ini merupakan suatu yang fantastis.
Namun tidak sebatas cerdas dalam akademiknya, Dewi ternyata aktif dalam berorganisasi yakni MPM Al-Iqra dan Himpunan Mahasiswa Akuntansi (Himaksi). Terlepas dari kehidupan kampus, hati Dewi seakan menjerit ketika pulang kampus dan menjumpai ayahnya sedang mengangkat Batu ataupun mengaduk Semen hingga menggali tanah. Ia merasa tercabik-cabik ketika melihat penderitaan keluarga yang setiap hari bekerja keras untuk kebutuhannya.
Masih tersedu-sedu, ia menceritakan kehidupan yang ia jalani tak seindah yang kebanyakan orang rasakan. Menurutnya, apa yang ia perjuangkan adalah untuk membayar pengabdian sang ayah dan ibunya yang selama ini telah memenuhi keinginannya untuk terus melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Perempuan yang bercita-cita menjadi Auditor Independen tersebut berhasil meraih gelar sarjananya di Fakultas Ekonomi Univrsiras Tadulako dengan hasil yang sangat memuaskan, tiga gelar terbaik wisudawan berhasil dirangkulnya.
Tangisannya yang semakin menjadi-jadi ketika sang ayah tak dapat menghadiri wisudanya hari itu, akan tetapi ia tetap berdoa untuk kesembuhan sang ayah yang masih terbaring sakit. “Hari ini, ayah tidak sempat hadir hanya paman dan ibu yang datang mendampingi saya. Namun saya percaya, ayah pasti merasakan kebahagiaan saya yang sekarang gelar ini untuk ayah,” ujarnya.
Meskipun orang tuanya tak berhaarap apa-apa darinya, Dewi selalu berkata bahwa kebahagiaan ini adalah untuk diri sendiri akan tetapi untuk kedua orang tua dan keluarga. (Penulis: ZULKIFLI)