Untuk mengetahui dan merambah kemerdekaan pers di Sulteng, Dewan Pers menggelar Seminar “Potret Kemerdekaan Pers di Provinsi Sulawesi Tengah”, pada Selasa (20/10), di Hotel Santika Palu. Hadir sebagai narasumber yakni Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof Dr Ir Muhammad Basir Cyio SE MS, Imam Wahyudi selaku Anggota Dewan Pers, Ruslan Sangadji yang juga sebagai Wartawan dan mantan Ketua Aji Kota Palu, dan Christiana Chelsia.
Rektor Untad Prof Basir Cyio, mengungkapkan ancaman kemerdekaan pers saat ini bukan lagi dari aspek eksternal. Ancaman baru yang lebih gawat dari ancaman kalangan ekternal yang dirasakan wartawan yang selama ini terjadi di Indonesia, yakni adanya ancaman dari internal pers atau pemilik modal dalam dunia massa. “Bebas dan merdeka itu berbeda. Pers Indonesia memang sudah bebas, tapi pers Indonesia belum merdeka, karena banyak pemilik media, ada yang sudah terlalu jauh melakukan intervensi pada konten terhadap media” tegasnya.
Menurut Rektor Untad, pemilik modal boleh saja memiliki media sebanyak mungkin, tapi dia tidak boleh melakukan intervensi konten media, karena hal itu akan merugikan publik, masyarakat. Namun melihat persolan tersebut,Rektor yang juga wartawan ini menyampaikan bahwa hal itu tidak terjadi di Sulteng. “Insya Allah untuk persoalan itu tidak terjadi di Sulteng , namun permasalahan ini banyak yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dan bukan terjadi di Kota Palu.” jelas Rektor.
Lebih lanjut, Prof Basir Cyio mengungkapkan dengan adanya intervensi konten itu akan membuat informasi yang mencerahkan, mencerdaskan, dan bebas kepentingan tidak akan didapat masyarakat lagi bila konten diintervensi pemilik modal. “Itulah banyak yang terjadi dan ini yang membuat pers tidak merdeka, dan masalah ini lebih besar dari pada intervensi dari jaksa, polisi atau hakim dan ini bisa menghambat demokrasi,” katanya.
Sementara Imam Wahyudi selaku anggota Dewan Pers mengungkapkan bahwa, sistem Pers indonesia sudah begitu dianggap oleh beberapa negara sangat baik. Bahkan banyak, dari negara luar ingin belajar tentang sistem pers di Indonesia. Namun jika di lihat dari segi Indeks Kemerdekaan Pers indonesia itu sangat Buruk, bahkan skor Indonesia itu berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapora dan Malaysia.
Imam Wahyudi menyampaikan bahwa tajamnya penurunan posisi itu berkaitan erat dengan banyaknya kekerasan dan upaya menghalang-halangi kemerdekaan pers di Indonesia, serta kurangnya penegakan hukum yang berujung pada impunitas. “Ada beberapa hal ini salah satunya indonesia ini masih banyak PR karena masih banyak kekerasan jurnalistik hingga berujuk kematian jurnalis, misalnya Udin dan Heriyanto, yang sampai saat ini belum ada titik tanda-tanda kasus tersebut terungkap dan di selesaikan secara hukum,” katanya.
Seminar tersebut juga menghadirkan Narasumber dari Wartawan yakni Ruslan Sangadji selaku mantan Ketua Aji Kota Palu dengan judul Uji Kompetensi antara Profesionalisme dan Abal-Abal. Juga Christiana Chelsia dengan judul Cara Menyusun Indeks Kemerdekaan Pers . Seminar tersebut juga dipandu moderator Dr Rahmat Bakri SH MH.